Pelecehan

Pelecehan (bahasa Inggris: harassment) mencakup berbagai perilaku dari sifat ofensif (menyerang). Pelecehan umumnya dipahami sebagai perilaku yang merendahkan, menghina, atau mempermalukan seseorang, dan diidentifikasi sebagai hal yang tidak patut dalam norma sosial dan moral. Dari pengertian hukum, pelecehan adalah perilaku yang mengganggu, menjengkelkan atau mengancam. Perilaku ini berevolusi dari kondisi diskriminasi, yang memiliki efek membatalkan atau merusak seseorang untuk mendapatkan manfaat dari hak-hak mereka. Ketika perilaku ini terus berulang, maka didefinisikan sebagai penindasan. Kontinuitas atau pengulangan dan aspek kesusahan yang ditimbulkan, membuat seseorang khawatir atau mengancam dapat membedakannya dari kasus penghinaan.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Kata ini menjadi bahasa Inggris sejak sekitar 1618 sebagai kata serapan dari bahasa Prancis, yang telah terbukti pada 1572 memiliki arti siksaan, kejengkelan, gangguan, masalah.[1] Kemudian pada 1609 yang bermakna kondisi kelelahan, kecapaian.[2][3]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pelecehan dalam Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)[4][5]
[sunting | sunting sumber]Pelecehan di tempat kerja mencakup perilaku yang dirancang untuk mengganggu, merendahkan, atau menyinggung individu atau kelompok lain, baik secara verbal, fisik, maupun psikologis. Pelecehan dapat berupa tindakan seperti penggunaan kata-kata kasar, lelucon atau sindiran etnis dan rasial, permintaan imbalan seksual untuk keuntungan karier, sentuhan atau ajakan seksual yang tidak diinginkan, serta tindakan intimidasi atau ancaman lainnya. Standar hukum menilai apakah orang yang wajar akan merasa tersinggung atau terancam oleh perilaku tersebut. Pelecehan juga dapat berupa diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, orientasi seksual, status keluarga, disabilitas, dan faktor lain yang dilindungi hukum.[4]
Proses dan Dampak Pelecehan di Tempat Kerja[5][6]
[sunting | sunting sumber]Pelecehan moral atau psikologis di tempat kerja dipahami sebagai proses dinamis yang terdiri dari beberapa fase: dimulai dari insiden kritis, berlanjut ke perilaku negatif berulang yang menstigmatisasi korban, hingga fase di mana intervensi manajemen sumber daya manusia (SDM) dapat memformalkan masalah dan mencari penjelasan. Jika tidak ditangani, proses ini dapat berujung pada eksklusi korban dari tempat kerja, baik melalui pengunduran diri, pemecatan, cuti sakit, pensiun dini, atau bahkan upaya bunuh diri. Pelecehan yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan psikologis, menurunkan kualitas kerja, keterlibatan, dan kepuasan kerja.[5][6]
Peran dan Tanggung Jawab MSDM[7][8][9]
[sunting | sunting sumber]Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki tanggung jawab strategis dalam memastikan lingkungan kerja yang aman, bermartabat, dan bebas dari tindakan pelecehan. Peran MSDM berfokus pada administrasi ketenagakerjaan, mencakup pengembangan kebijakan, edukasi, serta penegakan standar etika dan perilaku di tempat kerja. Dengan sistem dan prosedur yang tepat, MSDM dapat meminimalkan risiko perilaku tidak pantas serta memastikan setiap pekerja diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan perlindungan sesuai standar organisasi maupun ketentuan hukum. Rekomendasi program anti-pelecehan yang komprehensif dapat meliputi hal-hal berikut.[7][8][9]
- Kebijakan anti-pelecehan yang jelas: kebijakan anti-pelecehan harus ditulis secara formal dan mudah dipahami oleh seluruh karyawan. Dokumen ini perlu disosialisasikan sejak proses onboarding hingga pelatihan berkala. Dengan kebijakan yang jelas, organisasi dapat memberikan standar perilaku yang tegas dan mencegah ambiguitas dalam penerapan aturan.
- Pernyataan eksplisit tentang perilaku yang dilarang: Setiap organisasi wajib merinci bentuk perilaku yang tergolong pelecehan agar tidak terjadi salah tafsir. Penjelasan harus mencakup contoh situasi dan tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Daftar perilaku terlarang membantu karyawan memahami batasan interaksi profesional yang aman dan etis.
- Prosedur pengaduan yang mendorong pelaporan: Prosedur pelaporan harus mudah diakses, transparan, dan tidak menyulitkan pelapor. Mekanisme ini dapat berupa sistem daring, hotline, atau pelaporan langsung ke tim MSDM. Prosedur yang jelas mendorong keberanian karyawan untuk melaporkan insiden tanpa takut rumit atau diabaikan.
- Perlindungan terhadap pelapor dan saksi dari pembalasan: Organisasi perlu menjamin bahwa pelapor dan saksi tidak akan mengalami intimidasi atau tindakan balasan. Perlindungan ini mencakup keamanan psikologis, kerahasiaan identitas, dan kepastian tidak ada sanksi yang merugikan. Komitmen perlindungan ini menciptakan kepercayaan terhadap integritas proses penanganan kasus.
- Strategi investigasi yang menjaga privasi dan kerahasiaan: Proses investigasi harus dilakukan secara profesional, objektif, dan berdasarkan fakta. Setiap informasi sensitif wajib ditangani dengan kerahasiaan tinggi untuk melindungi semua pihak yang terlibat. Pendekatan ini memastikan keadilan dan menghindari penyebaran rumor atau stigma di lingkungan kerja.
- Pelatihan manajemen dan program kesadaran karyawan secara berkala: Pelatihan rutin membantu manajer dan karyawan memahami hak, kewajiban, dan batas perilaku yang dapat diterima. Program ini harus mencakup studi kasus, diskusi, serta simulasi situasi untuk meningkatkan pemahaman. Pelatihan yang konsisten memastikan budaya kerja yang lebih sadar, empatik, dan aman.
- Tindakan korektif dan disipliner yang cepat dan tepat: Setiap pelanggaran harus ditindak sesuai prosedur dan tingkat keparahan kasus. Konsistensi dalam pemberian sanksi menunjukkan bahwa organisasi serius menegakkan kebijakan anti-pelecehan. Tindakan yang tegas juga berfungsi sebagai pencegahan agar insiden serupa tidak terulang.
Manajer SDM harus adil, teliti, dan mampu membedakan antara hubungan kerja yang wajar dan pelecehan seksual, serta harus terlatih untuk menangani kasus pelecehan secara profesional.[7][8][9]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ↑ J. Amyot, Œuvres morales, p. 181
- ↑ M. Lescarbot, Histoire de la Nouvelle France, I, 479
- ↑ Etymology of harassement in the French etymologic dictionary CNRTL (in French)
- 1 2 Wright, Sandra (2020-06-01). "Hierarchies and bullying: an examination into the drivers for workplace harassment within organisation". Transnational Corporations Review. Special issue on breaking the disciplinary matrix: the ever-changing view of organizational theory. 12 (2): 162–172. doi:10.1080/19186444.2020.1768790. ISSN 1925-2099.
- 1 2 3 Mohammed, Aliu; Ansah, Edward Wilson; Apaak, Daniel (2023-04-12). "Sexual harassment as experienced by nurses from selected healthcare facilities in Ghana". BMC Nursing. 22 (1): 117. doi:10.1186/s12912-023-01228-6. ISSN 1472-6955. PMC 10096109. PMID 37046234. Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai (link)
- 1 2 Jago, Robert; Gaag, Anna van der; Stathis, Kostas; Petej, Ivan; Lertvittayakumjorn, Piyawat; Krishnamurthy, Yamuna; Gao, Yang; Silva, Juan Caceres; Webster, Michelle (2021-10-01). "Use of Artificial Intelligence in Regulatory Decision-Making". Journal of Nursing Regulation (dalam bahasa English). 12 (3): 11–19. doi:10.1016/S2155-8256(21)00112-5. ISSN 2155-8256. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- 1 2 3 Anand, Amitabh; Doll, Jessica L.; Centobelli, Piera; Singh, Sanjay Kumar; Cerchione, Roberto (2023-01-01). "Struck by a cupid's arrow: The conjuring bliss and sinister shades of employee workplace romance". Journal of Business Research. 154: 113304. doi:10.1016/j.jbusres.2022.113304. ISSN 0148-2963.
- 1 2 3 Ohnishi, Mayumi; Tembo, Backsion; Nakao, Rieko; Matsuura, Emi; Fujita, Wakako (2021-02-01). "Factors associated with self-rated health among mineworkers in Zambia: a cross-sectional study". Tropical Medicine and Health (dalam bahasa Inggris). 49 (1): 11. doi:10.1186/s41182-021-00300-8. ISSN 1349-4147. PMC 7849125. PMID 33522970. Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai (link)
- 1 2 3 Pavithra, Antoinette; Sunderland, Neroli; Callen, Joanne; Westbrook, Johanna (2022-03-28). "Unprofessional behaviours experienced by hospital staff: qualitative analysis of narrative comments in a longitudinal survey across seven hospitals in Australia". BMC Health Services Research (dalam bahasa Inggris). 22 (1): 410. doi:10.1186/s12913-022-07763-3. ISSN 1472-6963. PMC 8962235. PMID 35351097. Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai (link)