Lompat ke isi

Beras

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Beras
Beras
GenusOryza
Tanah asalAsia Selatan dan Asia Timur
Beras
Beras, putih, panjang, biasa
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi1.527 kJ (365 kcal)
79 g
Gula0.12 g
Serat pangan1.3 g
0.66 g
7.13 g
VitaminKuantitas
%AKG
Tiamina (B1)
6%
0.070 mg
Riboflavin (B2)
4%
0.049 mg
Niasin (B3)
11%
1.6 mg
Asam pantotenat (B5)
20%
1.014 mg
Vitamin B6
13%
0.164 mg
Folat (B9)
2%
8 μg
MineralKuantitas
%AKG
Kalsium
3%
28 mg
Zat besi
6%
0.80 mg
Magnesium
7%
25 mg
Mangan
52%
1.088 mg
Fosfor
16%
115 mg
Potasium
2%
115 mg
Seng
11%
1.09 mg
Komponen lainnyaKuantitas
Air11.62 g
Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa.
Sumber: USDA FoodData Central
Seorang wanita menumbuk beras di sebuah desa dekat Bandung (foto diambil tahun 1908)

Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa mêrang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi).

Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung (Jawa lumpang) atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras.

Tanaman padi dapat tumbuh hingga setinggi 1 - 1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan panjang 50 – 100 cm dan lebar 2 - 2,5 cm. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5 – 12 mm dan tebal 2 – 3 mm.

Beras dari padi ketan disebut ketan.

Anatomi beras

[sunting | sunting sumber]

Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari

  • aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit,
  • endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
  • embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.

Kandungan beras

[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.

Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat:

  • amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang
  • amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket

Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

Kandungan logam berat pada beras

[sunting | sunting sumber]

Beras dapat memiliki kandungan logam berat, diantaranya arsenik, kadmium, timbal, dan raksa.[1][2][3][4][5] Dari survei yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 145 merek beras yang dijual, 1 dari 4 yang diteliti mengandung kadar arsenik melebihi ambang batas aman untuk konsumsi. Dan seluruh beras yang diteliti mengandung kandungan arsenik antara 63 hingga 188 ppb, dengan ambang batas aman yang telah ditetapkan di negara itu adalah 100 ppb.[3] Sebuah laporan oleh FDA menemukan bahwa di antara serealia, beras memiliki kandungan arsenik enam kali lipat lebih banyak.[5] Uni Eropa mengatur secara ketat penggunaan beras sebagai bahan baku produk makanan bayi untuk meminimalisasi paparan arsenik, kadmium, dan timbal pada bayi.[6][7][8] Bundesinstitut für Risikobewertung menyarankan agar orangtua memilih serealia lain untuk bahan baku makanan bayi selagi bisa.[9]

Kandungan logam berat pada beras merupakan hal yang sudah lama diketahui karena padi adalah tumbuhan yang dapat menyerap logam berat dengan mudah. Ditambah budidaya di lahan yang senantiasa terendam air dan tanah yang anoksik dan ber-pH rendah membuat penyerapan logam berat oleh akar semakin mudah.[2] Sumber arsenik di dalam tanah bervariasi, tetapi akhir-akhir ini sumber antropogenik, yaitu aktivitas penambangan dan pembakaran batu bara oleh pembangkit listrik dan pabrik merupakan sumber terbesar.[10] Hal ini menjadikan sentra produksi beras yang berdekatan dengan kawasan industri dan pembangkit listrik seperti pantai utara Jawa menjadi yang paling rentan dalam pencemaran logam berat di dalam beras.[11]

Studi lain menemukan bahwa beras yang diproduksi di Asia mengandung logam berat paling banyak.[4]

Macam dan warna beras

[sunting | sunting sumber]
Berbagai macam beras dan ketan di Indonesia.

Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.

Beras putih, sesuai namanya, berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini mendominasi pasar beras.[12]
Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu.[12]
Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam.[12]
Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.[12]
Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.[12]

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono secara resmi meluncurkan beras analog yang berbahan sagu, jagung, dan tepung singkong hasil inovasi Institut Pertanian Bogor[13] (IPB) sebagai kebutuhan pokok pengganti beras padi. Bentuknya pun sama seperti beras padi.

Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya 'Cianjur Pandanwangi' atau 'Rajalele'). Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara genetik dan menjadi objek rekayasa genetika beras.

Di Iran utara, di Provinsi Gilan, banyak kultivar padi Indica termasuk Gerdeh, Hashemi, Hasani, dan Gharib telah dibesarkan oleh petani.[14]

Aspek pangan

[sunting | sunting sumber]

Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam penganan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin.

Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras.

Untuk kepentingan diet, beras dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas gluten dalam bentuk berondong.

Di antara berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, beras yang berwarna merah atau beras merah diyakini memiliki khasiat sebagai obat. Beras merah yang telah dikenal sejak tahun 2.800 SM ini, oleh para tabib saat itu dipercaya memiliki nilai nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Meski, dibandingkan dengan beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio (1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg).

Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan, jantung berdebar, dan refleks berkurang.

Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah fosfor (243 mg per 100 gr bahan) dan selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker, dan penyakit degeneratif lainnya. Karena kemampuannya itulah banyak pakar mengatakan bahan ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.

Aspek budaya dan bahasa

[sunting | sunting sumber]

Beras merupakan bagian integral, dapat dikatakan menjadi penciri dari budaya Austronesia, khususnya Austronesia bagian barat. Istilah Austronesia lebih merupakan istilah yang mengacu pada aspek kebahasaan (linguistik).

Pembedaan padi, gabah, merang, jerami, beras, nasi, atau ketan, merupakan salah satu ciri melekatnya "budaya padi" pada masyarakat pengguna keluarga bahasa Austronesia, dan dengan demikian juga bagian dari budaya Austronesia.

Sejumlah relief pada candi-candi di Jawa juga memperlihatkan aspek "budaya padi" pada masyarakat setempat pada masa itu.

Budaya menanak beras hingga kini masih bisa ditemui sebagai kegiatan sehari-hari, walaupun berbagai cara instan dicoba, misalnya, adanya inovasi makanan berbahan beras seperti rengginang, bahkan hingga beras merah instan, untuk mengadaptasi gaya hidup yang semakin mobil dan dinamis.

Produksi padi (gabah kering giling) 10 negara terbesar tahun 2009 (dalam juta metrik ton)

[sunting | sunting sumber]
Produksi padi per negara — 2009
(million metric ton)[15]
 Tiongkok196
 India133
 Indonesia64
 Bangladesh47
 Vietnam38
 Myanmar32
 Thailand32
 Filipina16
 Brasil12
 Jepang10
Sumber:
fao.org[16]

Produksi beras Indonesia (dalam ribuan ton)

[sunting | sunting sumber]

Produksi beras diprediksi sebagai 63,2% dari produksi Gabah Kering Giling (GKG):[17]

Tahun Produksi (kiloton) Tahun Produksi (kiloton) Tahun Produksi (kiloton) Tahun Produksi (kiloton) Tahun Produksi (kiloton)
1983 25.932 1992 31,356 2001 31,891 2009 40,656[18] 2018 33 [19]
1984 24,006 1993 31,318 2002 32,130 2010 42,43** [20] 2019 31 [19]
1985 26.542+ 1994 30,317 2003 32,950 2011 41,32 [21] 2020 31 [22]
1986 27,014+ 1995 32,334 2004 [23] 33,490 2012 43,6 [24] / 40 [25] 2021 31 [22]
1987 27,253+ 1996 33,216 2005 34,120 2013 41 [25] 2022 54.740[26]
1988 28,340 1997 31,206 2006 34,600+[27] 2014 41 [27] 2023 53.980[26]
1989 29,072 1998 31,118 2007 36,970+§ 2015 43 [27] 2024 53.140[26]
1990 29,366 1999 31,294 2008 38,078+# 2016 46 [25] 2025
1991 29,047 2000 32,130 2008 40,34* 2017 47,29+[28] 2026

+Swasembada beras
§Dengan asumsi produksi GKG 58.5 juta ton yang setara dengan 36,9 juta ton beras[29]
#Perkiraan BPS Maret 2009
*surplus 3 juta ton dan asumsi bahwa 63.83 juta ton GKG setara dengan 40.34 juta ton beras[30]
**67.15 juta ton GKG diasumsikan setara dengan 42.43 juta ton beras[20]
Sumber:BPS dan The Rice Report, 2003[pranala nonaktif permanen]

Impor beras indonesia (dalam ribuan ton)

[sunting | sunting sumber]
Tahun Produksi (kiloton)
1983 1.169
1984 403
1985 -371 (swasembada beras)
1986 -213
1987
1988 13
1989 325
1990 32
1991 179
1992 561
1993 -540
1994 643
1995 3.104
1996 1.090
1997 406
1998 6.077
1999 4.183
2000 1.512
2001 1.404
2002 3.703
2003 550 [pranala nonaktif permanen]
2004 0 (impor dilarang)
2005 0 (surplus 16 ribu ton)[pranala nonaktif permanen]
2006 150
2007 500 [pranala nonaktif permanen]
2008 0 [pranala nonaktif permanen]
2009 0 (perkiraan)
2010 687
2011 2.750
2012 1.810
2013 472
2014 844
2015 861
2016 1.283
2017 305
2018 1.253
2019 444
2020 356
2021 407

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. "Toxic Metals Found in All Rice Samples in New Report". Pulmonology Advisor (dalam bahasa American English). 2025-05-22. Diakses tanggal 2025-10-22.
  2. 1 2 "MSU researchers, community leaders address arsenic in rice and other issues of food safety | Water Alliance". water.msu.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-10-22.
  3. 1 2 https://hbbf.org/sites/default/files/2025-05/Arsenic-in-Rice-Report_May2025_R5_SECURED.pdf
  4. 1 2 Ngo, Hien Thi Thu; Hang, Nguyen Thi Thuy; Nguyen, Xuan Cuong; Nguyen, Ngoc Thi Minh; Truong, Hai Bang; Liu, Chong; La, Duc Duong; Kim, Sung Su; Nguyen, D. Duc (2024-12-01). "Toxic metals in rice among Asian countries: A review of occurrence and potential human health risks". Food Chemistry. 460: 140479. doi:10.1016/j.foodchem.2024.140479. ISSN 0308-8146.
  5. 1 2 https://health.hawaii.gov/heer/files/2019/10/Protect-your-baby-from-Arsenic-in-Rice-and-Other-Foods-2019.pdf
  6. Karagas, Margaret R.; Punshon, Tracy; Sayarath, Vicki; Jackson, Brian P.; Folt, Carol L.; Cottingham, Kathryn L. (2016-06-01). "Association of Rice and Rice-Product Consumption With Arsenic Exposure Early in Life". JAMA pediatrics. 170 (6): 609–616. doi:10.1001/jamapediatrics.2016.0120. ISSN 2168-6211. PMC 5215769. PMID 27111102.
  7. annaritan (2025-09-03). "Iron-Fortified Rice Cereal - is it still a first food for babies starting solids? Do I need to use rice cereal". Nourish Little Lives (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-10-31.
  8. https://pure.qub.ac.uk/files/217196260/RiceDiets.pdf
  9. "Frequently asked questions on arsenic in rice and rice products". Bundesinstitut für Risikobewertung (dalam bahasa Inggris). 2020-12-22. Diakses tanggal 2025-10-31.
  10. Zohra, Fatema Tuj; Afsin, Afia; Al Mamun, Abdullah; Ashikur Rahaman, Md.; Mizanur Rahman, Md. (2024). Kumar, Nitish; Hashmi, Muhammad Zaffar; Wang, Shuhong (ed.). Source and Distribution of Arsenic in Soil and Water Ecosystem (dalam bahasa Inggris). Cham: Springer Nature Switzerland. hlm. 27–46. doi:10.1007/978-3-031-52614-5_2. ISBN 978-3-031-52614-5.
  11. https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1109/1/012084/pdf
  12. 1 2 3 4 5 "10 Jenis Beras dari Berbagai Negara, Warna, Tekstur dan Rasanya Beragam". Liputan6. 16 Desember 2022. Diakses tanggal 11 April 2025.
  13. "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2013-12-02. Diakses tanggal 2013-11-24.
  14. Pazuki, Arman; Sohani, Mehdi (2013). "Phenotypic evaluation of scutellum-derived calluses in 'Indica' rice cultivars" (PDF). Acta Agriculturae Slovenica. 101 (2): 239–247. doi:10.2478/acas-2013-0020. Diakses tanggal February 2, 2014.
  15. fao.org, Agriculture Statistics > Grains > Rice production (2009) by country, diakses tanggal 2012-02-5
  16. "FAOSTAT". www.fao.org.
  17. [pranala nonaktif permanen]. Tempo Interaktif edisi 6 Juli 2006
  18. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/359944/
  19. 1 2 https://bisnis.tempo.co/read/1447811/perlukah-kita-impor-beras-ini-data-produksi-padi-dan-beras-2018-2021-dari-bps
  20. 1 2 http://www.greenradio.fm/news/1-latest-news/5078-produksi-beras-2010-meningkat-tipis-%5B%5D
  21. "Disentil Boediono, Ini Jawaban Mentan Suswono". detikcom.
  22. 1 2 https://www.bps.go.id/publication/2022/07/12/c52d5cebe530c363d0ea4198/luas-panen-dan-produksi-padi-di-indonesia-2021.html#:~:text=Sementara%20itu%2C%20produksi%20padi%20tahun,dengan%20produksi%20beras%20tahun%202020.
  23. [pranala nonaktif permanen]. BaliPost daring. Edisi 11 Nov. 2004
  24. koran, Ali nur yasin (24 Mar 2013). koran, Ali nur yasin (ed.). "2013, Indonesia Bebas Impor Beras". Tempo.co.
  25. 1 2 3 "10 Tahun Terakhir, Tren Produksi Beras Terus Naik". investor.id. Diarsipkan dari asli tanggal 2019-08-29. Diakses tanggal 2019-08-29.
  26. 1 2 3 "Bidik Swasembada Pangan, Cek Produksi Beras Indonesia 5 Tahun Terakhir". Liputan6. 28 April 2025. Diakses tanggal 7 Mei 2025.
  27. 1 2 3 [pranala nonaktif permanen] Tempo Interaktif. 6 Juli 2006.
  28. [ https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=2614]
  29. [pranala nonaktif permanen] Kompas daring. Edisi 26 Maret 2008
  30. "Berita Terkini - AnalisaDaily.com". analisadaily.com.

Sumber: BPS dan The Rice Report, 2003

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]
  • Watson, Andrew (1983). Agricultural innovation in the early Islamic world. Cambridge University Press. ISBN 0-521-06883-5.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]